Translete This Blog :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 11 Oktober 2011

Materi Perkuliahan


A.     Al-Qur’an Adalah Kitab Suci : Kapan dan Bagaimana
1.      Pengertian al-Qur’an  
Kata al-Qur’an secara etimologi, merupakan mashdar (kata benda) dari kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermakna al-Jam’u (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat mengucapkan, Qoro-’a- Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda mengucapkan, Ghofara Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: al-Jam’u) maka ia adalah mashdar dari Isim Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan atau mengoleksi informasi-informasi dan hukum-hukum.
Secara terminologi (syariat), adalah Kalam Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat Jibril as dan disampaikan kepada umat Muhammad saw secara mutawatir, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)


 
2.      Nama-nama al-Qur'an    
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur’an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1.      Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
2.      Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
3.      Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
4.      Al-Mau’idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
5.      Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
6.      Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
7.      Asy-Syifa’ (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
8.      Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
9.      At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
10.  Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
11.  Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
12.  Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
13.  Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
14.  Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
15.  An-Nur (cahaya): QS(4:174)
16.  Al-Basha’ir (pedoman): QS(45:20)
17.  Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
18.  Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

3.      Surat, ayat dan ruku’
Terdapat perbedaan ulama tentang jumlah ayat di dalam al-Qur’an. Namun, menurut Ibnu Katsir, jumlah ayat dalam al-Qur’an ada 6000. Jumlah kata-katanya sebanyak 77. 439 kata. Jumlah hurufnya sebanyak 340.740 huruf. Jumlah suratnya sebanyak 114 surat. Ayat yang terpanjang ialah surat al-Baqarah dengan 286 ayat. Yang terpendek sebanyak 3 ayat, terdapat pada surat al-Kautsar dan an-Nashr. Pertengahan al-Qur’an itu terdapat pada hururf fa (ف) dalam kalimat walyatalatthaf (وليتلطف).
4.      Sejarah al-Qur’an Hingga berbentuk Mushaf
Al-Qur’an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur’an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.Al-Qur’an tidak turun sekaligus. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

5.      Pengumpulan Al-Qur’an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah wahyu diturunkan.  

6.      Pengumpulan Al-Qur’an di masa Khulafaur Rasyidin
a.      Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur’an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur’an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur’an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

b.      Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.
Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflah berkata,
“Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur’an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, ‘Bagaimana pendapatmu tentang isu qira’at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira’atnya lebih baik dari qira’at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran’. Kami berkata, ‘Bagaimana pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.’ Kami berkata, ‘Pendapatmu sangat baik’.”

Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan dalam Mahabits fi ‘Ulum Al Qur’an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur’an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).